Nasihat Kearifan Emha (Hidup Harus Pinter Ngegas dan Ngerem)


Text Box: PUSTAKARESENSI BUKU “HIDUP HARUS PINTER NGEGAS DAN NGEREM: NASIHAT-NASIHAT KEARIFAN EMHA”



Hidup Harus Pinter Ngegas & Ngerem merupakan buku yang menarik untuk ditambahkan dalam koleksi buku semua orang, karena topiknya relevan dengan kondisi manusia saat ini. Sebagaimana digambarkan pada catatan pembuka, Mbah Nun (sapaan hangat untuk beliau) menyampaikan kabar langit dengan bahasa yang membumi. Buku ini memberikan pengetahuan menarik bahwa kita jangan memasuki suatu sistem yang membuat kita melampiaskan diri. Tapi, dekat-dekatlah dengan sahabat yang membuat kita mengendalikan diri. Islam itu mengendalikan bukan melampiaskan. Hidup itu harus pinter ngegas dan ngerem. Mbah Nun mengantarkan dialektika berpikir yang sederhana tentang bagaiman menyikapi kejadian yang terjadi belakangan ini dengan sudut pandang ruang tetapi tidak terlepas dari Al-Qur’an.
Buku ini terdiri dari 11 topik mulai dari “Gusti Allah Siap Memberi Ampunan” hingga topik terakhir “Kembangkan Akal Sehat Dalam Memahami Agama”. Isi ceramah Mbah Nun lewat forum lingkar Maiyah, dipilih dalam buku ini sebagai nasihat-nasihat kearifan beliau. Salah satu kebijaksanaan Mbah Nun yang ingin saya kutip dari buku ini adalah, “Jangan menunggu orang lain berbuat baik denganmu. Sibukanlah dirimu berbuat baik bagi orang lain, karena disitulah letak kemuliaan”. Masih banyak lagi kearifan Mbah Nun dalam buku ini yang bisa kita ambil dalam menyikapi permasalahan hidup.
Buku ini menjelaskan islam yang santun, yang toleran, yang rahmatan lil ‘alamin-bukan islam yang diceritakan secara mainstream sebagai agama hukum yang keras dan kaku. Mbah Nun menyampaikan bahwa prinsip islam adalah aman. Tujuan umat islam menciptakan rasa aman. Maka orang islam disebut Mukmin, dia pelaku pembangunan proses keamanan. Pedoman utama dalam hidup adalah bagaimana caranya bisa makan tidak sampai kelaparan, tapi jangan sampai Allah marah. Buku ini juga mengajak pembaca untuk sadar bahwa hidup itu tidak melulu tentang diri sendiri. Hidup itu berkesinambungan dan saling memberikan feedback.
Buku ini dikemas dalam nuansa ilustrasi yang terkesan nge-pop dan berwarna, sehingga mudah memikat mata yang menjumpainya di rak toko buku. Kelebihan lain buku ini dibanding buku-buku Mbah Nun lain, terletak pada gaya bahasa yang digunakan jauh lebih ringan. Buku-buku seperti, Secangkir Kopi Jon Pakir, Slilit Sang Kiai, Titik Nadir Demokrasi, dan lain sebagainya memiliki susunan bahasa lebih berat dan banyak analogi yang dapat membingungkan pembaca awam. Membaca buku ini serasa menonton ceramah-ceramah Mbah Nun yang tersebar di Youtube, namun disajikan dalam bentuk tulisan. Analogi yang diberikan Mbah Nun, mendorong pembaca untuk memahami bahwa tujuan dari agama adalah mendidik manusia agar mampu mengendalikan dirinya.
Sayangnya, ketika membaca buku ini jangan ditelan mentah-mentah, pembaca perlu memiliki sudut pandang luas dan terbuka atas segala kemungkinan. Mbah Nun memiliki pemikiran-pemikiran yang terkesan nyeleneh, untuk orang awam yang belum mengenal beliau. Sehingga membaca buku beliau harus memahami hakikat yang ingin disampaikan dalam setiap tulisan.
Pada akhirnya, buku ini dapat menjadi awal yang baik untuk membuka sudut pandang kita tentang islam dan kehidupan, meskipun membacanya butuh pemahaman lebih terkait inti pesan yang ingin disampaikan. Dengan mempelajari buku ini, maka kita akan lebih mawas diri, untuk selalu sadar bahwa adakalanya dalam menjalani kehidupan tidak harus selalu ngegas. Ada waktunya hidup mengharuskan kita untuk ngerem, untuk menahan. Supaya kita sampai tujuan dengan selamat.



Resensi ini dibuat karena kekaguman penulis terhadap tulisan dan perbuatan beliau, semoga lekas sembuh Mbah Nun.. Terimakasih Semoga Bermanfaat :)

Comments

Popular posts from this blog

Sampel Minimal Dalam Analisis Data

Penginderaan Jauh-ENVI |NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks)

Pantai Pandawa