Aktualisasi Konsep Tawadu’ Antara Guru dan Murid Menjawab Problematika Degradasi Moral Remaja (Telaah dalam Prespektif Pola Hubungan Guru dan Murid)

Aktualisasi Konsep Tawadu’ Antara Guru dan Murid
Menjawab Problematika Degradasi Moral Remaja
(Telaah dalam Prespektif Pola Hubungan Guru dan Murid)

Oleh Nafi’atul Istifadah
Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang
Nafiatul.Istifadah1608@gmail.com

ABSTRAK
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) selalu menjadi harapan setiap bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita ini perlu adanya dukungan dari seluruh elemen masyarakat karena, dengan sumber daya manusia yang berkualitas akan dapat membangun Negara ini dan mempercepat tercapainya tujuan bangsa Indonesia, dalam semua aspek kehidupan. Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia maka, perlu adanya persiapan sejak dini, baik dari segi intelektualitas maupun moralitas serta spiritualnya. Pendidikan memiliki peran penting sebagai sarana peningkatan kualitas suatu bangsa, salah satu unsur yang paling penting dan utama dalam dunia pendidikan adalah sosok guru. Guru adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Menurut realita yang terjadi, banyak peserta didik yang notabene belajar ilmu pengetahuan, akan tetapi melakukan tindakan-tindakan yang tidak berpendidikan. Sopan santun antara murid kepada guru mulai luntur seiring masuknya teknologi dan kemajuan-kemajuan yang lain di era globalisasi. Oleh karena itu tujuan penulisan artikel ini diharapkan mampu memberi pemahaman dan pandangan bagaimana posisi murid dan guru dalam islam sehingga tawadu’ kepada guru mampu di bumikan kembali di negeri ini, guna menunjang keberhasilan dalam proses pendidikan, dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini sepenuhnya menggunakan data sekunder, artinya data ini tidak diusahakan sendiri atau tidak meng-observasi langsung kondisi di lapangan. Pengumpulan data oleh penulis diambil dari data statistic, majalah, publikasi, keterangan-keterangan dan lain sebagainya. Dalam penulisan artikel ini diharapkan setiap elemen dalam dunia pendidikan dapat berperan aktif serta tahu porsi hak dan kewajibannya masing-masing, jika hal ini dapat dijalankan dengan baik maka tak ayal tujuan dari pembangunan bangsa akan tercapai dengan mudah nya karena memiliki kualitas generasi muda yang tak hanya pandai tetapi juga bermoral.

Kata Kunci: Pendidikan Islam, Konsep Tawadu', Guru, Murid, Hubungan Guru dan Murid.

PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) selalu menjadi harapan setiap bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita ini perlu adanya dukungan dari seluruh elemen masyarakat karena, dengan sumber daya manusia yang berkualitas akan dapat membangun Negara ini dan mempercepat tercapainya tujuan bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan. Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia maka, perlu adanya persiapan sejak dini, baik dari segi intelektualitas maupun moralitas serta spiritualnya. Untuk dapat menciptakan muslim atau generasi yang berintelektualitas maka pendidikan menjadi salah satu sarana utama yang perlu dikelola dengan baik sesuai temporal dan spasial manusia itu sendiri.
Manusia adalah mahluk unik, dinamis, memiliki dinamika yang kompleks dan selalu berkembang. Maka pendidikan, dituntut untuk selalu berkembang mengikuti kebutuhan manusia yang tak terbatas dalam rangka menciptakan manusia yang bahagia dunia dan akhirat. Namun, cita-cita tersebut tidak akan tercapai jika ada yang timpang atau berat sebelah, perlu adanya usaha keras yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap berdasarkan perencanaan matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita tersebut. Karenanya perlu ada perbaikan dan peningkatan mutu kualitas pendidikan agar dapat meminimalisir adanya kelompok manusia terbelakang dan cenderung statis. Semakin tinggi cita-cita manusia semakin menuntut kepada peningkatan mutu suatu pendidikan sebagai sarana mencapai cita-cita tersebut. Oleh karena itu, pendidikan beserta lembaga-lembaganya harus menjadi cermin dari cita-cita kelompok manusia.
Pendidikan memiliki peran penting sebagai sarana peningkatan kualitas suatu bangsa, kemajuan bangsa dan kemajuan pendidikan merupakan suatu determinisme, suatu bangsa telah sejauh mana bangsa tersebut berkembang ke-tahap atau level selanjutnya. Sedangkan pemenuhan akan pendidikan harus melewati proses yang mencakup tiga referensi, yaitu individu, masyarakat atau komunitas sosial dari individu tersebut, dan seluruh kandungan realitas baik materil maupun spiritual. Namun, tidak jarang pendidikan itu sendiri senantiasa diwarnai berbagai permasalahan yang tentunya tidak habis-habisnya, disamping adanya perubahan orientasi dan tuntutan kehidupan umat manusia juga karena kemajuan teknologi (Maryati, 2014). Ketika satu masalah pendidikan telah dipecahkan dan diselesaikan, maka akan timbul kembali masalah pendidikan yang baru dengan volume dan bobot yang berbeda dari sebelumnya.
Salah satu unsur yang paling penting dan utama dalam dunia pendidikan adalah sosok guru. Guru adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, merupakan salah satu komponen manusiawi dalam rantai pendidikan, dimana ikut berperan dalam pembentukan sumber daya manusia yang mampu mengembangkan potensi nya dan berkontribusi dalam pembangunan nasional sekecil apapun. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik dan pengajar.
Di era globalisasi ini pada saat persoalan kenakalan remaja dan banyak kasus lain yang menyebabkan degradasi moral dalam dunia pendidikkan, marak terjadi, gurulah sebagai ujung tombak untuk memberikan tindakan preventif dan memperbaiki kondisi yang semakin memprihatinkan. Maka, hal penting yang harus diperhatikan adalah memperbaiki hubungan guru dan murid yang saat ini mulai pudar di telan jaman. Hubungan guru dan murid (siswa) dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan dan ikut mempengaruhi dalam keberhasilan mengajar siswa. Sebaik apapun bahan pelajaran yang diberikan seorang guru, dan sempurnanya metode pembelajaran, jika hubungan guru murid tidak harmonis maka dapat menciptakan suasana yang tidak diinginkan. Sejarahnya hubungan guru dan murid dari masa ke masa sedikit sedikit mulai menunjukkan geliat perubahan. Nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk, fenomena yang terjadi sekarang adalah: kedudukan guru dalam islam semakain merosot, hubungan guru dan murid semakin kurang bernilai, atau penghormatan murid kepada guru mulai menunjukkan tanda-tanda degradasi.
Menurut realita yang terjadi, banyak peserta didik yang notabene belajar ilmu pengetahuan, akan tetapi melakukan tindakan-tindakan yang tidak berpendidikan. Sopan santun antara murid kepada guru mulai luntur, seiring masuknya teknologi dan kemajuan-kemajuan yang lain di era globalisasi. Dengan kondisi yang terjadi diatas maka penulisan artikel ini dimaksudkan untuk guru dan murid mengetahui, memahami dan menyadari peran mereka masing-masing bagaimana murid seharusnya bersikap kepada guru, bagaimana guru memperlakukan murid tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik moral mereka. Jika kedua komponen ini dan komponen yang lain dapat berjalan seimbang maka tidak akan terjadi ketimpangan, dan degradasi moral baik dari segi murid dan guru dapat di minimalisir bahkan tida ada. Ketika, semua komponen memahami dan menyadari posisi dan porsi tiap komponen maka tujuan pendidikan sebagai motor penggerak kemajuan suatu bangsa akan mudah dicapai. Serta keseimbangan ini agar menimbulkan keselarasan dalam menjalankan hak dan tanggungjawabnya guna mencapai tujuan pendidikan (Himmah, 2017).
Diharapkan dengan penulisan artikel ini mampu memberi pemahaman dan pandangan bagaimana posisi murid dan guru dalam islam sehingga tawadu’ kepada guru mampu di bumikan kembali di negeri ini, guna menunjang keberhasilan dalam proses pendidikan, dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

METODE
            Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan. Data yang dikumpulkan berupa gambar, kata-kata dan bukan angka-angka. Metode penelitian deskriptif dalam kajian metodologi penelitian selalu dikaitkan dengan persoalan tujuan penelitian. Akan tetapi tidak semua ahli menyatakan demikian. Untuk pengumpulan data dalam penelitian di artikel ini menggunakan studi literature yaitu menelusuri data-data empiris terkait dengan topic yang akan dibahas oleh penulis baik pencarian data yang berbasis jurnal elektronik, buku-buku ilmiah, tesis, skripsi, aturan-aturan, dan sumber tertulis lain yang relevan dengan topic. Kemudian dari data-data tersebut dianalisis untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
            Sumber data dalam penelitian ini sepenuhnya menggunakan data sekunder artinya data ini tidak diusahakan sendiri atau tidak meng-observasi langsung kondisi di lapangan. Pengumpulan data oleh penulis diambil dari data statistic, majalah, publikasi, keterangan-keterangan dan lain sebagainya (Marzuki, 2002). Jadi data sekunder berasal dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya, artinya melewati satu atau lebih pihak yang bukan peneliti sendiri.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Islam
Secara sederhana pendidikan islam dapat diartikan sebagai pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran isalam sebagaimana telah tercantum di Al Qur’an dan Hadist. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata kelakuan seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Maryati, 2014). Definisi yang tertera diatas adalah definisi pendidikan secara umum belum dibubuhi islam. Dapat dijelaskan bahwa pendidikan islam adalah suatu sistem dimana pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan sesuai dengan cita-cita islam, serta nilai-nilai islam menjadi ruh yang mewarnai corak pendidikan yang ada. Pendidikan tidak hanya sebatas pengajaran, karena pendidikan dikatakan sebagai transfer ilmu sekaligus transformasi nilai, pembentukan kepribadian sekaligus sebagai lembaga preventif dari tindakan menyimpang remaja.
Ciri khas dalam pendidikan islam adalah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran islam, dikatakan sebagai pembentukan kepribadian muslim dan islam menjadi nafas dalam setiap tidak tanduk tingkah laku seseorang atau kelompok. Pendidikan islam memandang bahwa setiap manusia memiliki potensi secara fitrah untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Dengan potensi fitrahnya manusia dapat menyempurnakan kemanusiaanya sehingga menjadi jalan untuk nya dekat dengan Allah. Dalam pendidikan islam memiliki tujuan untuk membentuk insan kamil (manusia sempurna), dimana dapat dikatakan menjadi manusia yang utuh, berakhlak mulia, dan memperhatikan keseimbangan segala aspek. Selain itu tujuan pendidikan islam hasil rumusan para ulama dan ahli pendidikan yaitu “bahwa pendidikan memiliki tujuan yang luas dang sangat mendalam, seluas dan sedalam kebutuhan manusia sebagai mahluk. Oleh karena itu, tujuan pendidikan yakni menumbuhkan pola kebribadian yang bulat dan utuh artinya saling terhubung antar satu dengan yang lain diwujudkan melalui latihan, dan bertranformasi menjadi kebiasaan. Pendidikan islam dibangun atas dasar pemikiran yang islami, bertolak dari pandangan hidup dan pandangan tentang manusia, serta diarahkan kepada tujuan pendidikan dimana dilandasi kiadah-kaidah islam. Dari pemikiran-pemikiran tersebut diharapkan melahirkan kurikulum yang khas islam. Salah satu ajaran yang ada pada pendidikan islam adalah mengenai konsep tawadu’ hubungan (akhlak) antara guru dan murid dimana ke dua peran ini memiliki porsinya masing-masing dalam rantai pendidikan, jika seluruh komponen ini dapat melakukan sesuai dengan hak dan kewajibannya maka tak ayal tujuan utama dalam pendidikan akan tercapai dan peran pendidikan sebagai wadah dalam membangun generasi bangsa akan mudah terpenuhi.
B.     Pengertian Adab Guru dan Murid
A.    PengertianAdab, Istilah adab tidak lepas dai dunia pendidikan. Menurut Yasin (2008: 20), kata ta’dib berasal dari kata aduba-ya’dubu, yang berarti melatih atau mendisiplinkan diri. Atau berasal dari kata addaba-yuaddibu-ta’diiban, yang berarti mendisiplinkan atau menanamkan sopan santun. Kata adab dapat disimpulkan sebagai suatu upaya membimbing, mengarahkan, mencontohkan, membiasakan dan memandu sopan santun (adab) kepada seorang individu atau kelompok untuk bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku dan sesuai tuntunan yang dia anut dalam hal ini Al-Qur’an dan Hadist.
B.     Pengertian Guru, guru adalah seseorang yang memberikan dan mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Menurut Imam al-Ghazali, seseorang dinamai guru apabila memberitahukan sesuatu ilmu yang baik kepada siapapun, seseorang yang memberikan hal apapun yang bagus, positif, kreatif, atau bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat kehidupannya yang manapun, dengan jalan apapun, tanpa mengharapkan balasan uang kontan setimpal apapun adalah guru atau ulama. Posisi guru dalam dunia pengajaran sangat urgen. Dapat dikatakan, guru adalah faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, guru harus memiliki standarisasi agar memenuhi kualifikasi tertentu yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Menurut Yasin (2008: 89), dengan menyimpulkan dari berbagai pendapat para ahli pendidikan dalam islam, telah merumuskan bahwa sifat-sifat yang harus melekat pada seorang pendidik itu dapat disimpulkan sebagai berikut: memiliki sifat kasih dan sayang terhadap peserta didik, lemah lembut, rendah hati, menghormati ilmu yang bukan bidangnya, adil, menyenangi ijtihad, konsekuen, dan sederhana. Jadi dalam perannya, guru tidak hanya tahu tentang materi yang akan diajarkan.
C.     Pengertian Murid, kata murid berasal dari bahasa Arab ‘arada, Yuridu iradatan, muridan yang berarti orang yang menginginkan, dan menjadi salah satu sifat Allah SWT yang artinya Maha Menghendaki. Menurut Yasin (2008: 100 – 101), istilah peserta didik atau murid dimaknai sebagai seorang anak yang mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses belajar-mengajar untuk menumbuh-kembangkan potensinya, maka dalam literature bahasa Arab yang sering digunakan oleh para tokoh pendidikan dalam islam, antara lain: 1) Mutarabby, mengandung makna peserta didi dijadikan sasaran untuk dididik, diatur, diurus oleh para murabbay dalam dunia pendidikan. 2) Muta’allim, seorang yang sedang belajar menerima atau mempelajari ilmu. 3) Muta’addib, orang yang sedang belajar meniru, perilaku sopan santun dari seorang guru. 4) Daaris, seseorang yang sedang berusaha belajar melatih intelektualnya melalui proses pembelajaran. 5)murid, adalah seseorang yang sedang berusaha belajar untuk mendalami ilmu agama dari seorang mursyid melalui kegiatan pendidikan, sehingga memiliki pengtahuan, pemahaman dan penghayatan spiritual yang mendalam terhadap nilai-nilai keagamaan, memiliki ketaatan dalam menjalankan ibadah. Serta berakhlak mulia. Dari banyak pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwasanya murid adalah setiap orang yang menimba ilmu, membutuhkan pengetahuan, membutuhkan bimbingan, mencari pengetahuan dan membutuhkan pelatihan agar manusia mampu mengembangkan potensi fitrahnya melalui beragam proses dalam pendidikan sehingga potensi dan tujuan optimal dapat tercapai.
C.    Adab Guru dan Murid (Konsep Tawadu’)
Dalam dunia pendidikan guru dan murid adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, jika di analogikan sebagai pihak pemberi dan penerima. Oleh karena itu, hubungan guru dan murid merupakan faktor yang paling menentukan keberhasilan dan perkembangan peserta didik. Syaiful Bahri Djamarah (2000: 13 -14) menyebutkan bahwa terdapat 5 pola interaksi guru dan murid, yaitu:
1.      Pola Guru-Murid
Dalam pelaksanaan, pola ini diartikan sebagai komunikasi satu arah dimana semua kegiatan pembelajaran berpusat pada guru. Murid tidak berusaha membuktikan kebenaran yang diterimanya, apalagi mencoba mengaplikasikan pendapatnya.
2.      Pola Guru-Murid-Guru
Tugas guru sebagai fasilitator yang memberikan motivasi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan murid untuk memiliki semangat belajar. Guru melontarkan atau memberi masalah tertentu agar murid mampu mengkritisi dan menganalisa pemecahan masalah nya. Sehingga, dari kondisi seperti ini timbulah interaksi antara murid dan guru.
3.      Pola Guru-Murid-Murid
Dalam hal ini, guru hanya menciptakan situasi sehingga tercipta suasana dan proses belajar mengajar yang aktif. Masing-masing murid memegang peranan dan mampu mengembangkan kemampuan nya untuk berpendapat secara optimal.
4.      Pola Guru-Murid, Murid-Guru, Murid-Murid
Pola komunikasi multiarah, dimana memungkinkan kesempatan yang sama bagi setiap murid dan guru untuk berinteraksi. Setiap murid akan berusaha mencarai jawaban atas permasalahannya dan guru sebagai pembimbing untuk membantu menjawab permasalahan murid tersebut.
5.      Pola Melingkar
Setiap murid diberi giliran untuk mengemukakan pendapat, sanggahan, jawaban namun murid tidak diperkenankan berbicara dua kali agar pihak lain juga dapat mengemukakan pendapatnya.
Setelah mengetahui pola interaksi antara guru dan murid yang ada dalam dunia pendidikan, selanjutnya adalah memahami pola hubungan guru dan murid. Dalam dunia pendidikan seorang pendidik hendaknya mampu menumbuh-kembangkan potensi peserta didik dengan cara menanamkan pengetahuan dan memberi teladan atau uswatun khasanah, agar anak didik berkembang menjadi sempurna terhadap potensi fitrahnya.
Penjelasan Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Adab Fi al Din. Bahwa seorang guru bertugas untuk mendidik anak-anak didiknya, dalam membangun kepribadian anak didik sebaiknya dibangun dari gurunya terlebih dahulu. Seorang pendidik hendaknya mampu mendengar permasalahan anak didik dan memberi (mencari) kan jalan keluar, serta tetap tawadu’ jika anak didik bertanya artinya seorang guru jangan sombong ketika memiliki ilmu pengetahuan yang lebih. Imam al-Ghazali menyebut murid dengan sebutan muta’allim. Secara kodrati anak sangat memerlukan bimbingan dari orang dewasa.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan status manusia adalah melalui proses pendidikan, baik formal, informal, dan nonformal. Untuk itu peserta didik perlu menyadari tugas dan kewajibannya. Al-Ghazali menyebutkan sifat terpenting yang harus dimiliki seorang Muta’allim (murid) adalah bersifat tawadu’ (rendah hati). Ketika bertemu dengan guru hendaknya murid mengucapkan salam terlebih dahulu kepada gurunya. Dalam kegiatan belajar-mengajar murid hendaknya memperhatikan dengan seksama dan menghargai guru yang tengah belajar. Murid hendaknya bersikap sopan dan santun. Ketika ingin menanyakan suatu hal hendaknya datangi tempat guru tersebut (kantor), dan ketika guru tengah melakukan suatu hal hendaknya murid menunggu hingga urusan guru tersebut selesai.
Selain peseta didik, pendidik (guru) hendaknya juga mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, agar mampu mencapai tingkat kedewasaan dan kemandiriannya dalam memenuhi tugas sebagai hamba Allah. Seorang pendidik dalam dunia pengajaran memmiliki posisi yang sangat penting. Oleh karena itu, usaha-usaha yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan hendak nya dimulai dari peningkatan kualitas guru atau tenaga pendidiknya. Seorang guru hendaknya memelihara kehormatan ilmunya. Al-Ghazali mengatakan bahwa seorang ahli ilmu harus mampu istiqomah dalam arti menekan dorongan nafsunya pada perbuatan buruk. Hal-hal yang perlu dihindari oleh seorang pendidik antara lain adalah tidak boleh riya’ dan sombong. Apabila seorang guru dapat meninggalkan diri dari sifat buruk, maka ia akan menjadi guru professional karena keikhlasan yang murni dari dalam hati ketika menjadi pendidik. Dalam proses pembelajaran, masing-masing siswa memiliki kemampuan intelektual dan emosional yang berbeda-beda. Pendidik hendaknya dapat memahami keadaan tersebut misalnya dengan memperhatikan daya tangkap, kecerdasan, dan kemampuan, serta hasil latihan mereka. Dalam dunia pendidikan guru hendaknya memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dalam melaksanakan praktik mendidik dan mengajar, sehingga akan menimbulkan rasa tentram dan rasa percaya diri pada diri murid terhadap gurunya.

Ketika ingin menghukum murid, guru hendaknya menggunakan cara simpatik ,halus, dan tidak menggunakan kekerasan, tidak mencaci, dan memaki. Seorang guru hendaknya mengakui perbedaan potensi yang dimiliki peserta (anak) didiknya. maka dari itu guru harus mampu mengetahui karakeristik murid, karena hal ini akan berimplikasi bagi terbentuknya hubungan yang baik antara guru dan murid. Hal yang perlu diperhatikan bagi seorang pendidik adalah mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang kurang ada manfaatnya. Jika kedua, komponen ini mampu menyadari, memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan porsinya maka tak ayal degradasi moral remaja yang marak terjadi era ini akan mampu di minimalisir.
Pada zaman sekarang tantangan globalisasi yang semakin besar dan luas di semua lini kehidupan, bukan hanya menjadi penyebab runtuhnya nilai-nilai luhur bangsa, tetapi juga akan berdampak pada terhambatnya generasi penerus bangsa yang berakhlak. Melihat kondisi rill yang ada sekarang, banyak kasus-kasus yang terjadi di kalangan pelajar seperti bullying, free sex, pornografi, pengedaran narkoba, pergaulan bebas, membuat peran pendidikan khususnya sekolah dipertanyakan. Hal ini, dapat dianalisa bahwa pendidikan belum mampu menjawab masalah besar bangsa ini. Guru dan murid adalah dua elemen yang saling menyeimbangkan karena keduanya berada pada hubungan yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Dewasa ini tujuan bersekolah juga mengalami pergeseran, dimana mayoritas saat ini, belajar hanyalah untuk mendapatkan nilai sekolah yang tinggi.
Dengan fenomena yang terjadi saat ini, maka perlu fondasi atau dasar bangunan dimana terbentuk dari moral religius yaitu dengan memperbaiki adab. Karena, adab adalah salah satu sifat yang penting diperhatikan dan dimiliki siapapun, dalam hal ini khusunya guru dan murid hendaknya motivasi pendidik dan peserta didik belajar dan mengajar dengan ikhlas dan penuh ketawadu’an. Dalam konteks mengajar, sifat tawadu’ dapat menghancurkan batas yang menghalangi antara seorang guru dengan murid karena masing-masing elemen sadar akan apa yang harus dia lakukan. Murid harus membersihkan hatinya kembali agar mampu menyerap ilmu dengan mudah, dan semata-mata hanya mengharap ridho serta sebagai sarana untuk beribadah kepada-Nya.

PENUTUP
Kesimpulan
Dari keseluruhan analisa menunjukkan bahwa:
1.      Pendidikan memiliki tujuan yang luas dang sangat mendalam, seluas dan sedalam kebutuhan manusia sebagai mahluk. Oleh karena itu, tujuan pendidikan yakni menumbuhkan pola kebribadian yang bulat dan utuh artinya saling terhubung antar satu dengan yang lain diwujudkan melalui latihan, dan bertranformasi menjadi kebiasaan. Pendidikan islam dibangun atas dasar pemikiran yang islami, bertolak dari pandangan hidup dan pandangan tentang manusia, serta diarahkan kepada tujuan pendidikan dilandasi kaidah-kaidah islam.
2.      Adab, Guru, dan Murid adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang berorientasi pada pengoptimalan dalam bentuk proses pendidikan atau belajar-mengajar yaitu guru dan murid memiliki sifat tawadu’.
3.      Degradasi moral remaja khusunya dalam dunia pendidikan di era globalisasi ini sudah memasuki tahap siaga. Maka dari itu, perlunya penguatan kembali moral anak didik salah satunya adalah dengan konsep tawadu’ dimana guru dan murid menyadari peran nya masing-masing baik dari segi hak maupun kewajiban. Sosok guru yang idela adalah guru yang mampu memiliki motivasi mengajar dengan ikhlas dan mampu mengoptimalkan potensi fitrah anak didiknya, karena setiap individu memiliki potensi fitrahnya masing-masing. Muridpun harus mampu membersihkan hatinya dimana menuntut ilmu semata-mata hanya mengharap ridho dan sebagai bentuk ibadah kepada-Nya.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2.      Maryati. 2014. Konsep Pemikiran Burhanuddin Al-Zarnuji Tentang Pendidikan Islam (Telaah dalam Prespektif Pola Hubungan Guru dan Murid). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
3.      Himmah, Faiqotul. 2017. Adab Guru dan Murid Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Al-Adab Fi Al-Din. Salatiga: Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
4.      Marzuki. 2003. Metodologi Riset. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
5.      A. Fatah, Yasin. 2008. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
6.      Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
7.      Al-Ghazali, t.t. Al-Adab Fi Al-Din. Ploso: Maktabah Al-Falah.
8.      Al-Ghazali, t.t. Ihya’ Ulumuddin. Terjemahan oleh Mohammad Zuhri. Semarang: As-Syifa’.
9.      Al-Qardhawi, Yusuf.t.t. Al-Imam al-Ghazaly baina Madihihi wa Naqidihi. Terjemahan oleh Ahmad Satori Ismail (Pro Kontra Pemikiran Al- Ghozali). Surabaya: Risalah Gusti.


Comments

Popular posts from this blog

Sampel Minimal Dalam Analisis Data

Penginderaan Jauh-ENVI |NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks)

Pantai Pandawa