GAMBARAN UMUM BANYUWEDANG, BULELENG,BALI :)


Berlokasi di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten daerah Tingkat II Buleleng, lokasi Banyuwedang berjarak sekitar 60 km dari Singaraja atau 140 km dari Denpasar. Kawasan di sekitar mata air panas Banyuwedang ini terdiri dari dataran landai (sebagian besar datar), Banyuwedang merupakan sumber air panas atau mata air panas yang dihasilkan akibat keluarnya air tanah dari kerak bumi. Bentuk lahan diwilayah ini merupakan Limestone Foothils yang ditandai dengan adanya jenis batuan kapur yaitu proses pengangkatan lempeng samudera akibat pergerakan lempeng Indo-Australia memanjang Lempeng Eurasia. Pada peta geologi wilayah Banyuwedang merupakan formasi gunung api QPvJ yaitu batuan gunung api jembrana dengan material penyusun yaitu lava breksi dan tuff, terutama dihasilkan oleh Gunung Klatakan, Gunung Merbus, dan Gunung Patas (bagian timur gilimanuk).
Proses geologi di Banyuwedang termasuk kompleks. Daerah ini mengalami pengangkatan, akan tetapi lapisan bawah masih tipis sehingga tenaga magma yang dangkal mampu menembus melalui sesar sehingga menjadi intrusi magma yang menimbulkan hot sping atau mata air panas. Karena pengangkatan yang ditandai dengan batu gamping, sehingga menyebabkan terjadinya percampuran reaksi vulkan dan kapur. Pengangkatan pada daerah ini termasuk baru dikarenakan ditemukannya hewan mollusca yang terlihat jelas di batuannya saat pengambilan sampel. Saat diuji dengan HCL juga tidak berbuih banyak sehingga membuktikan bahwa zat kapur pada batuan beku.
Banyuwedang merupakan lokasi yang terdapat Hot Spring atau mata air panas dengan suhu berkisar ±40oC. Banyuwedang merupakan terusan zonasi Blambangan Banyuwangi yang apabila dilihat dari peta geologi terletak diatas dua sesar aktif yang merupakan zona intrusi magma yang kemudian intrusi magma tersebut akan berkontak dengan akuifer sehingga suhu menjadi lebih tinggi. Salinitas yang terdapat dalam air di Banyiwedang memiliki chloride 0,5 %, sodium 0,4 %, dicirikan dengan airnya yang berasa agak terasa asin, pH berada diangka 7 yang berarti air disana tidak terlalu asam dan dan tidak terlalu basa dan berada pada ambang normal sehingga dapat digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari.
Jenis tanah yang terdapat di Banyuwedang termasuk kedalam tanah muda dan masih berkembang karena berasal dari kapur hasil dari pengangkatan laut. Tanah di Banyuwedang memiliki kesamaan karakteristik seperti di Banyuwangi terlihat dari kesamaan warna pasir pantainya yang berwarna putih. Memiliki struktur tanah lempeng (platy) dengan tekstur halus liat berdebu dan lengket jika dicampur dengan air. Dengan konsistensi tanah kering keras. Tingkat kecepatan drainase sangat cepat dikarenakan Banyuwedang merupakan daerah kapur yang mudah meloloskan air.

Banyu Wedang merupakan pemandian air panas yang cukup terkenal di Bali. Banyu Wedang merupakan salah satu alternatif objek wisata berada di Bali. Jumlah penduduk di desa Banyuwedang ±5000 jiwa yang terdiri dari 9 banjar dimana setiap banjar terdiri dari 200 kepala keluarga. Istilah banjar merupakan istilah untuk desa -desa yang berada di tanah datar yang biasanya sifatnya besar dan luas yang terdapat diferensiasi kedalam kesatuan adat di dalamnya. Penduduk sekitar Banyuwedang tidak hanya menganut agama Hindu tetapi juga terdapat masyarakat yang beragama Islam. Meskipun berbeda agama masyarakat dapat hidup berdampingan, toleransi, serta saling membantu. Ketika Hari Rya Nyepi berlangsung, umat muslim juga ikut menghormati dengan cara turut serta mematikan lampu dan tidak melakukan aktivitas apapun selama proses nyepi, sebaliknya ketika Hari Raya Idul Fitri pada malam takbiran umat Hindu membantu umat muslim dalam memukul bedug.
Masyarakat sekitar Banyuwedang memilik mata pencaharian mayoritas sebagai petani dengan hasil pertanian seperti jagung, cabai, kacang tanah, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat masyarakat bermata pencaharian sebagai peternak sapi, babi, dan ayam. Sebagian lagi, bekerja sebagai nelayan. Pendapatan masyarakat Banyuwedang tergantung dengan pekerjaan mereka. Masyarakat Banyuwedang masih menganut sistem kasta atau caturwarna terdiri dari Brahmana (pemimpin), Kesatria (penguasa wilayah),Waisya (pedagang), dan Sudra (pelayan atau buruh).

Terimakasih sudah menyempatkan mampir di blog ku, semoga bermanfaat. seluruh tulisan diatas perlu di cross check ulang ya kawan-kawan, tulisan diatas keluar dari rumah pemahaman penulis dan pengamatan penulis saat KKL kemarin, 2017.
SELAMAT MEMBACA ;)

Comments

Popular posts from this blog

Sampel Minimal Dalam Analisis Data

Penginderaan Jauh-ENVI |NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks)

Pantai Pandawa